JAKARTA - PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) menyatakan kesiapannya untuk memasok konsentrat tembaga ke PT Freeport Indonesia (PTFI), yang saat ini mengalami kekurangan pasokan hingga smelter tembaganya berhenti produksi sementara.
Presiden Direktur AMNT, Rachmat Makkasau, menegaskan perusahaan terbuka untuk menjual konsentrat ke berbagai pihak, termasuk Freeport, selama kontrak jual-beli menguntungkan kedua belah pihak.
“Kita tentunya terbuka untuk siapa saja. Untuk siapa saja dalam arti harga tembaga kan sudah standar ya. Jadi kita terbuka untuk melakukan penjualan ke siapa saja yang tentunya memberikan benefit untuk kedua-dua pihak,” ujar Rachmat.
Insiden longsoran lumpur di Grasberg Block Cave (GBC) menyebabkan pasokan konsentrat ke smelter Freeport di Manyar, Gresik, Jawa Timur, terhenti.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kelangsungan produksi smelter, karena bijih dari tambang bawah tanah lain di Grasberg tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan konsentrat.
Pandangan Pakar soal Pasokan Konsentrat
Ketua Badan Kejuruan Pertambangan Perhimpunan Insinyur Indonesia (PII), Rizal Kasli, menilai pemerintah kemungkinan tidak akan memberikan relaksasi ekspor konsentrat ke Freeport. Menurut Rizal, konsentrat tembaga AMNT seharusnya diarahkan untuk mendukung smelter Freeport yang sedang kekurangan bahan baku.
“Tetapi masalahnya kemungkinan karena Amman telah mengikat kontrak dengan pembeli atau smelter di luar negeri sehingga harus tetap memenuhi kewajiban kontrak untuk suplai konsentrat tersebut,” jelas Rizal.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Sudirman Widhy Hartono, menyebut kapasitas Freeport saat ini terbatas pada satu smelter, meski perusahaan mengoperasikan tambang Big Gossan dan Deep Mill Level Zone (DMLZ) di kompleks Grasberg.
Produksi dua tambang bawah tanah tersebut lebih kecil dibandingkan GBC, sehingga konsentrat dari DMLZ dan Big Gossan tidak mencukupi untuk kebutuhan smelter Freeport yang beroperasi dua lokasi.
Kesiapan Produksi dan Cadangan Amman
Sudirman menguraikan produksi normal tambang GBC dapat mencapai 140.000 ton bijih per hari, DMLZ sekitar 70.000 ton, dan Big Gossan 7.000 ton. Dengan total produksi sekitar 215.000–220.000 ton bijih per hari, Freeport menargetkan produksi konsentrat 3,7–4 juta ton per tahun.
Namun, kapasitas smelter Manyar hanya 1,7 juta ton konsentrat, sedangkan PT Smelting dapat menampung 1,3 juta ton. Dengan produksi DMLZ dan Big Gossan, Freeport akan mencukupi kebutuhan smelter Manyar, tetapi tidak untuk PT Smelting jika dipasok dari tambang yang sama.
Sepanjang 2025, AMMN menargetkan produksi 430.000 dmt konsentrat tembaga dengan kandungan 228 juta pon tembaga dan 90.000 ons emas, mempertimbangkan stockpile dan bijih berkadar rendah dari fase 8.
Hingga 30 September 2025, produksi mencapai 310.143 dmt, dengan 273.506 dmt sudah diumpankan ke fasilitas smelter, dan cadangan akhir September 226.637 dmt.
Peluang Kerja Sama Menguntungkan
Kesempatan menjual konsentrat ke Freeport menjadi opsi strategis bagi Amman, sekaligus membantu Freeport memenuhi kebutuhan smelternya di tengah keterbatasan pasokan dari tambang GBC. Rachmat menekankan pentingnya kontrak yang saling menguntungkan.
“AMNT terbuka untuk siapa saja yang dapat memberikan benefit untuk kedua belah pihak,” kata Rachmat. Dengan begitu, Amman tidak hanya memperluas pasar, tetapi juga berperan dalam menjaga kelangsungan industri smelter tembaga nasional.
Situasi ini menunjukkan peran sentral Amman dalam ekosistem pertambangan Indonesia, baik dalam produksi maupun distribusi konsentrat. Dukungan terhadap smelter Freeport, selain mengoptimalkan pemanfaatan produksi lokal, juga berpotensi menstabilkan pasokan konsentrat nasional.