PLTS

PLN Dorong Swasembada Energi NTT Lewat Geotermal dan PLTS

PLN Dorong Swasembada Energi NTT Lewat Geotermal dan PLTS
PLN Dorong Swasembada Energi NTT Lewat Geotermal dan PLTS

JAKARTA - PT PLN (Persero) mendorong Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menuju swasembada energi melalui pemanfaatan pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT). 

Saat ini, bauran energi terbarukan di wilayah ini masih sekitar 8% dari total pasokan listrik.

Bobby Robson Sitorus, Manager Perizinan dan Komunikasi PLN UIP Nusa Tenggara, menjelaskan NTT memiliki karakteristik kepulauan sehingga sistem kelistrikannya tersebar dan terpisah. 

Beban puncak di Sistem Timor tercatat sekitar 145 MW, sementara Sistem Flores mencapai 104 MW. Sistem lain seperti Rote memiliki kapasitas 4 MW, sedangkan Alor dan Waingapu masing-masing sebesar 3 MW.

"Kebanyakan energi masih bersumber dari fosil, terutama solar dan batu bara, yang mencapai 87%," jelas Bobby. Dengan kondisi ini, PLN terus mendorong pembangunan pembangkit energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber fosil sekaligus mendukung target nasional dekarbonisasi energi.

PLTS dan PLTP Jadi Andalan Dekade Mendatang

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, PLTS dan PLTP menjadi andalan PLN di NTT. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) telah dipasang di Sistem Timor dengan kapasitas sekitar 136 MW, sedangkan di Sistem Flores antara 50–60 MW. 

Sementara itu, Sistem Flores paling dominan memanfaatkan PLTP atau geotermal dengan kapasitas 130 MW.

Bobby menambahkan, PLN tidak hanya fokus pada geotermal, namun juga mengembangkan PLTS secara masif. “Bauran energi untuk EBT sudah mencakup semua potensi. Geotermal penting, tapi PLTS juga kami pasang agar diversifikasi energi lebih optimal,” katanya.

Selain itu, penelitian terhadap potensi energi angin dan gelombang laut (tidal) tengah dilakukan, meskipun keduanya belum masuk dalam RUPTL terbaru. Hal ini menandakan PLN menyiapkan pondasi jangka panjang untuk memastikan ketahanan energi NTT tetap terjaga.

Tantangan Pembangunan dan Kebutuhan Listrik yang Terus Naik

Bobby menekankan pembangunan PLTP membutuhkan waktu yang relatif panjang, yaitu 6–7 tahun hingga operasional penuh. Jika proyek tertunda, PLN terpaksa kembali mengandalkan pembangkit berbasis fosil untuk memenuhi permintaan listrik. 

Hal ini juga menambah beban operasional PLN karena kapasitas saat ini belum cukup mengejar pertumbuhan kebutuhan listrik di NTT.

Permintaan listrik meningkat seiring perkembangan sektor pariwisata, terutama di Labuan Bajo, Manggarai Barat. Bobby menjelaskan, hotel-hotel baru menambah konsumsi listrik signifikan, dengan satu hotel bisa menyerap 2–3 MW. Saat ini, sebagian besar kebutuhan masih ditopang oleh PLTMG Rangko.

Langkah percepatan pembangunan EBT diharapkan dapat menutup gap tersebut dan mendukung NTT menjadi provinsi yang mandiri energi. Upaya ini juga menjadi bagian dari strategi nasional untuk memperluas penggunaan energi bersih dan menekan emisi karbon.

Strategi PLN Menjamin Ketahanan Energi NTT

PLN terus memacu produksi listrik dan pembangunan infrastruktur energi baru terbarukan untuk memastikan NTT dapat mencapai swasembada energi. Pengembangan PLTS dan PLTP menjadi tulang punggung strategi jangka panjang.

Selain itu, PLN juga menyiapkan sistem kelistrikan yang lebih tangguh untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Dengan pemanfaatan geotermal dan tenaga surya, NTT dapat meminimalkan ketergantungan pada energi fosil dan menghadirkan pasokan listrik yang lebih stabil bagi masyarakat dan sektor bisnis.

Kegiatan ini sejalan dengan komitmen PLN untuk mendorong energi bersih, menjaga ketersediaan listrik, dan mendukung pembangunan berkelanjutan di provinsi kepulauan seperti NTT. Implementasi EBT yang masif diharapkan memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan, sekaligus memperkuat kedaulatan energi daerah.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index