Penerbangan

Garuda dan Citilink Siap Gunakan Bioavtur untuk Penerbangan Ramah Lingkungan 2026

Garuda dan Citilink Siap Gunakan Bioavtur untuk Penerbangan Ramah Lingkungan 2026
Garuda dan Citilink Siap Gunakan Bioavtur untuk Penerbangan Ramah Lingkungan 2026

JAKARTA - Upaya mewujudkan industri penerbangan yang ramah lingkungan kini semakin nyata dilakukan oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Citilink Indonesia.

Kedua maskapai nasional ini berkomitmen untuk mulai menggunakan bahan bakar berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF) pada rute internasional ke Singapura mulai tahun 2026. Langkah tersebut menandai transformasi penting dalam dunia penerbangan Indonesia menuju energi hijau dan keberlanjutan lingkungan.

Environmental Management System Division Head Garuda Indonesia, Muhammad Oki Zuheimi, menjelaskan bahwa penerapan SAF masih terbatas di sejumlah negara. “Secara umum belum semua negara menerapkan kewajiban penggunaan SAF di bandaranya,” ungkapnya. 

Garuda Indonesia sendiri telah lebih dahulu menggunakan blending 2% bioavtur untuk rute Amsterdam–Jakarta (CGK), dan akan segera menyusul penerapan SAF 1% di Singapura per 1 Januari 2026.

Menurut Oki, setiap penerbangan dari Singapura nantinya otomatis akan menggunakan bioavtur yang disediakan oleh penyedia bahan bakar di bandara setempat. 

Citilink pun akan mengikuti kebijakan tersebut sebagai bagian dari upaya bersama menekan emisi karbon di sektor penerbangan. Langkah ini menjadi bukti keseriusan maskapai nasional dalam mendukung target pengurangan emisi global.

Mandat Internasional dan Kesiapan Indonesia

Kebijakan penggunaan SAF memang sedang berkembang di berbagai negara. Indonesia termasuk salah satu negara yang tengah menyiapkan regulasi kewajiban penggunaan bioavtur, dimulai dengan mandat 1% untuk penerbangan internasional pada 2026. 

Oki menjelaskan bahwa kebijakan ini akan diterapkan secara bertahap mengikuti kesiapan infrastruktur dan pasokan bahan bakar berkelanjutan dalam negeri.

Beberapa negara lain pun bergerak ke arah yang sama. Korea Selatan melalui Bandara Internasional Incheon (ICN) akan menerapkan kebijakan wajib SAF mulai 2027, meningkat menjadi 3%–5% pada 2030, dan mencapai 7%–10% pada 2035. 

Sementara Jepang, untuk rute Bandara Tokyo Haneda (HND) dan Narita (NRT) ke Indonesia, menargetkan wajib SAF 10% pada 2030 mendatang.

Meskipun penggunaan bioavtur membawa dampak positif terhadap lingkungan, Oki tak menampik adanya tantangan dari sisi biaya operasional. 

Penggunaan bahan bakar berkelanjutan pada penerbangan rute Jakarta–Amsterdam disebut meningkatkan biaya bahan bakar hingga 8%. Namun, menurutnya, peningkatan biaya tersebut merupakan investasi penting bagi keberlanjutan industri penerbangan di masa depan.

Peran Pemerintah dalam Mendukung Bioavtur

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kini tengah menyiapkan kebijakan untuk mendorong penggunaan SAF di dalam negeri. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pemberian insentif bagi maskapai dan pelaku industri penerbangan yang berpartisipasi dalam program ini.

Perwakilan Indonesia dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub untuk Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA), Feschilia Nidya, mengungkapkan bahwa pemerintah akan memastikan adanya dukungan konkret bagi seluruh pihak yang terlibat. 

“Kami sedang menyusun kebijakan untuk memastikan seluruh pemangku kepentingan memperoleh insentif yang tepat untuk mendorong penggunaan SAF. Contohnya untuk para maskapai, bandara, atau pelaku-pelaku di dunia penerbangan,” jelasnya.

Kebijakan ini juga menjadi bagian dari roadmap nasional SAF, di mana pemerintah menargetkan kewajiban penggunaan bioavtur sebesar 1% pada 2027 dan meningkat secara bertahap hingga mencapai 50% pada tahun 2060. 

Namun, sebelum mencapai target jangka panjang tersebut, tahap awal penerapan akan dimulai lebih cepat pada 2026 untuk penerbangan internasional.

Dengan dukungan pemerintah dan keterlibatan maskapai nasional, Indonesia berpotensi menjadi salah satu negara pelopor dalam penerapan energi hijau di sektor penerbangan Asia Tenggara.

Langkah Menuju Penerbangan Rendah Emisi

Inisiatif Garuda Indonesia dan Citilink untuk mulai menggunakan bioavtur di rute internasional bukan hanya memenuhi regulasi global, tetapi juga mencerminkan komitmen nasional dalam mewujudkan transisi energi bersih di sektor transportasi udara.

Bioavtur yang dikembangkan dari bahan baku nabati seperti minyak sawit dan limbah pertanian dianggap sebagai solusi efektif dalam menekan emisi karbon tanpa mengorbankan efisiensi mesin pesawat. Langkah ini juga sejalan dengan target net zero emission yang dicanangkan pemerintah Indonesia pada 2060.

Selain manfaat lingkungan, penerapan SAF juga diharapkan mendorong inovasi industri energi nasional. Produksi bioavtur lokal dapat membuka peluang investasi baru di sektor kilang hijau, memperluas lapangan kerja, dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok energi berkelanjutan global.

Meskipun masih ada tantangan dalam hal ketersediaan bahan baku, biaya produksi, dan infrastruktur pendukung, kolaborasi antara pemerintah, BUMN energi, serta maskapai penerbangan dinilai mampu mempercepat proses transisi ini. 

Dengan dukungan kebijakan yang tepat, penggunaan bioavtur akan menjadi pilar utama dalam mewujudkan penerbangan rendah emisi yang berdaya saing tinggi di kawasan Asia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index