JAKARTA - Harga batu bara global menunjukkan fluktuasi yang signifikan pada Oktober 2025.
Pergerakan harga ini dipengaruhi oleh kombinasi sentimen pasar, kebijakan produksi, serta dinamika perdagangan internasional, terutama terkait hubungan AS-China.
Harga batu bara Newcastle untuk kontrak Oktober naik US$ 0,55 menjadi US$ 104 per ton, sementara kontrak November anjlok US$ 1,2 menjadi US$ 106,75, dan Desember turun tajam US$ 1,7 menjadi US$ 18,3 per ton.
Di sisi lain, harga batu bara Rotterdam untuk Oktober melemah US$ 0,25 menjadi US$ 92,75, kontrak November ambles US$ 2 menjadi US$ 94,35, dan Desember terkoreksi US$ 1,9 menjadi US$ 95,35.
Fluktuasi ini menjadi cerminan bagaimana faktor eksternal dan internal di pasar global dapat memengaruhi harga komoditas energi.
Lonjakan harga di beberapa kontrak menunjukkan adanya permintaan tinggi dari negara-negara pembeli utama, sementara penurunan harga kontrak lain mencerminkan dinamika penawaran dan tekanan kebijakan domestik di negara produsen besar.
China Tingkatkan Impor Batu Bara dari Mongolia dan Indonesia
China mencatat rekor impor batu bara dari Mongolia pada September 2025, dengan volume mencapai 9,29 juta ton metrik, naik 33% dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Lonjakan ini terjadi di tengah pembatasan produksi domestik oleh pemerintah China, yang bertujuan menstabilkan harga serta menekan produksi berlebihan melalui kampanye ‘anti-involution’.
Pembatasan tersebut membuat harga batu bara termal domestik melonjak ke level tertinggi dalam delapan bulan terakhir, sementara batu bara metalurgi untuk produksi baja naik 30% sejak awal Juli. Kondisi ini memberi peluang bagi Mongolia sebagai pemasok berbiaya rendah dan lokasi geografis yang dekat dengan China, sehingga pengiriman lebih cepat dan efisien.
Selain Mongolia, impor batu bara China dari Indonesia juga meningkat ke level tertinggi dalam sembilan bulan terakhir. Kebijakan pemerintah Indonesia mencabut kewajiban harga patokan telah meningkatkan minat pembeli, sehingga volume impor tahunan naik 1% menjadi 21,48 juta ton pada September.
Diversifikasi pasokan ini menunjukkan strategi China menjaga stabilitas energi di tengah kebijakan domestik ketat dan harga global yang fluktuatif.
Faktor Perdagangan Internasional dan Ketegangan AS-China
Pergerakan harga batu bara global juga dipengaruhi ketegangan perdagangan antara China dan negara-negara lain, terutama Australia dan Amerika Serikat. Ketidakpastian politik dan tarif dagang yang masih berlanjut membuat China lebih mengandalkan pemasok stabil dari Mongolia dan Indonesia.
Menurut analis Firat Ergene dari Kpler, Mongolia menawarkan pemasok jangka panjang yang stabil, sementara Indonesia tetap menjadi pilihan utama karena volume ekspor besar dan kemudahan logistik regional.
Langkah ini membantu China menjaga keamanan pasokan energi dan mendukung kestabilan harga domestik di tengah gejolak global.
Selain faktor politik dan perdagangan, harga batu bara juga dipengaruhi kebijakan internal produsen besar, ketersediaan stok, dan kebutuhan industri yang fluktuatif.
Hal ini menciptakan dinamika pasar yang kompleks, di mana kenaikan dan penurunan harga dapat terjadi bersamaan tergantung kontrak dan jenis batu bara yang diperdagangkan.
Dampak Harga Batu Bara Terhadap Pasar dan Industri
Fluktuasi harga batu bara memiliki dampak langsung pada perdagangan energi, biaya produksi industri, dan strategi pasokan negara pengimpor.
Lonjakan harga dapat mendorong pemasok untuk meningkatkan produksi atau ekspor, sementara penurunan harga menimbulkan tekanan bagi produsen domestik yang mengandalkan revenue ekspor.
Di Indonesia, kondisi harga ini menjadi peluang sekaligus tantangan. Peningkatan permintaan dari China memberikan ruang ekspansi bagi produsen lokal, namun volatilitas harga global juga memerlukan strategi mitigasi risiko, seperti kontrak jangka panjang atau diversifikasi pasar.
Secara keseluruhan, pasar batu bara global menunjukkan bagaimana faktor geopolitik, kebijakan domestik, dan dinamika perdagangan internasional saling terkait. Indonesia dan Mongolia sebagai pemasok strategis memanfaatkan peluang ini, sementara China menyeimbangkan kebutuhan energi domestik dengan stabilitas harga.
Fluktuasi harga batu bara menjadi indikator penting bagi pergerakan ekonomi dan energi regional, sekaligus mencerminkan hubungan erat antara produksi, perdagangan, dan geopolitik global.