JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa China menjadi negara asal impor terbesar bagi Indonesia sepanjang periode Januari hingga September 2025.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengungkapkan bahwa total impor dari Negeri Tirai Bambu mencapai US$62,07 miliar atau setara dengan 40,68% dari total impor nonmigas Indonesia.
“Impor nonmigas dari China mencapai US$62,07 miliar,” tutur Pudji dalam konferensi pers di Jakarta. Ia menjelaskan, angka tersebut menunjukkan masih kuatnya ketergantungan Indonesia terhadap pasokan barang dari China, terutama di sektor industri dan manufaktur.
Rinciannya, impor terbesar berasal dari mesin dan peralatan mekanis (HS 84) senilai US$14,39 miliar, disusul mesin serta perlengkapan elektrik (HS 85) sebesar US$13,19 miliar, dan kendaraan beserta bagiannya (HS 87) yang mencapai US$3,52 miliar.
Ketiga komoditas tersebut menjadi penyumbang utama impor yang menopang kegiatan industri dalam negeri.
Jepang dan Amerika Serikat Menyusul di Posisi Teratas
Selain China, Jepang dan Amerika Serikat (AS) juga menempati posisi penting sebagai mitra dagang utama Indonesia. Jepang berada di posisi kedua dengan total impor nonmigas mencapai US$11,01 miliar atau sekitar 7,22% dari total keseluruhan.
Impor dari Jepang didominasi oleh mesin dan peralatan mekanis (HS 84) senilai US$2,38 miliar, kendaraan dan bagiannya (HS 87) sebesar US$1,65 miliar, serta besi dan baja (HS 72) senilai US$1,46 miliar.
Ketiga komoditas tersebut menggambarkan besarnya peran Jepang dalam mendukung industri otomotif dan manufaktur nasional.
Sementara itu, Amerika Serikat menempati urutan ketiga dengan nilai impor nonmigas sebesar US$7,33 miliar atau 4,81% dari total impor.
Barang yang paling banyak diimpor dari AS antara lain mesin dan peralatan mekanis (HS 84) senilai US$1,41 miliar, mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) senilai US$0,77 miliar, serta biji dan buah yang mengandung minyak (HS 12) sebesar US$0,76 miliar.
Sebaran Impor dari Kawasan ASEAN dan Uni Eropa
Selain tiga negara utama tersebut, BPS mencatat bahwa kawasan ASEAN juga menjadi sumber impor penting bagi Indonesia dengan porsi 15,79% dari total impor nonmigas.
Kontribusi besar dari negara-negara di Asia Tenggara ini memperlihatkan adanya integrasi ekonomi yang semakin kuat di kawasan, terutama dalam penyediaan bahan baku industri.
Dari kawasan Uni Eropa, impor Indonesia mencapai 5,84% dari total nonmigas. Produk yang masuk dari Eropa umumnya berkaitan dengan teknologi tinggi, komponen industri, serta bahan kimia untuk kebutuhan produksi dalam negeri.
Adapun negara lain di luar kawasan besar tersebut berkontribusi sekitar 25,66% terhadap total impor nonmigas. Angka ini menandakan bahwa Indonesia masih bergantung pada jaringan impor global yang cukup luas untuk memenuhi kebutuhan industri dan konsumsi.
Upaya Pemerintah Menjaga Neraca Perdagangan Tetap Seimbang
BPS menilai tingginya impor dari China dan negara besar lainnya menunjukkan kebutuhan domestik terhadap barang modal dan bahan baku masih sangat besar. Meskipun demikian, pemerintah terus berupaya menjaga keseimbangan antara ekspor dan impor agar neraca perdagangan tetap positif.
Melalui berbagai kebijakan substitusi impor dan peningkatan produksi lokal, pemerintah berharap industri dalam negeri dapat berperan lebih besar dalam memenuhi kebutuhan nasional. Selain itu, strategi diversifikasi sumber impor juga dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap satu negara.
Langkah ini diharapkan tidak hanya memperkuat stabilitas ekonomi nasional, tetapi juga mendorong daya saing industri Indonesia di pasar global. Dengan kontribusi signifikan dari berbagai negara mitra, Indonesia kini menghadapi tantangan untuk memperkuat struktur industrinya agar lebih mandiri dan efisien.